Semenjak putusnya komunikasi dengan mu, membuat ku mengerti akan apa artinya menjalani hidup. Memang benar kata para penyair, hidup tak seperti yang kita bayangkan, tak seperti yang kita membalik telapak tangan. Memulai dengan hal yang baru, bukanlah semata seperti yang terpikirkan oleh otak, seperti stimuli-stimuli yang terus merangsang satu dengan yang lainnya. Tapi membutuhkan waktu yang panjang, seperti yang dikenal dengan sebutan hidup adalah proses.
Proses yang baik takkan pernah menghianati hasil, memang benar untuk mengulangi proses atau kisah, yang sudah lama terbangun tak semudah apa yang kita lihat dengan mata kepala, karena prihal proses itu banyak menguras tenaga, pikiran, dan usaha.
Ku pikir, seusai keberadaan mu di sisih ku akan mendekatkan ku dengan kebahagiaan. Sayangnya semuanya sia-sia belaka. Semenjak kepergian mu, saat itu banyak harapan besar dalam diri ku, bahwa akan ku temukan yang lebih baik, namun nyatanya malah memperburuk keadaan ku. Sudah banyak strategi, mantra, dan sebagainya yang ku lakukan untuk benar-benar keluar dari zona nyaman yang pernah kita bangun dalam satu fondasi, tapi sama saja, tak pernah bisa ku tembusi.
Hingga di senja itu, aku ikut terhanyut dengan kesunyian, hati ku menjadi luluh seketika di saat aku mencoba berdialog dengan diri ku sendiri. Ingin ku masuki ke dalam-dalamnya merenungi kisah yang pernah kita lalui bersama, berusaha mencari tahu, dan menjawab semuanya, namun di sana aku dibenturkan dengan seribu rasa penyesalan, yang terbalut kesedihan. Aku berpikir mungkin ini hanya sebatas warna dalam hidup, tapi, tidak! Ini adalah kesalahan ku yang fatal. Melepaskan mu pergi hanya karena kebodohan ku.
Aku menyesal. Menyesal karena keegoan ku. Kini aku sadar, sadar dalam kesia-siaan saja. Selama keberadaan mu dalam hidup ku tak sedikit ku hiraukan diri mu. Segala pengorbanan mu yang kamu lakukan untuk ku sungguh tulus dari hati mu. Namun yang kamu dapat dari ku hanya kesedihan. namun kamu mengelabuinya dengan senyiuman manis yang tak pernah pudar dari wajah mu. Kamu lebih memilih untuk diam. Kini aku paham bahwa itu adalah cara mu untuk mencintai ku.
Aku terlena dengan kesibukan ku yang sama saja tidak menguntungkan. Hingga saat ini hanya penyesalan yang kian hari merasuki kedalam Sukma ku, kepergian mu membawa goresan luka, yang tak sempat ku obati. Ingin ku hukum diri ku seberat mungkin, sampai ikut merasakan luka yang tertanam di dalam batin mu.
Akankah ada waktu untuk ku membalas semua itu ?, Ah...kini aku terus diteror oleh dosa ku. Mungkin salah satu jalan yang tepat untuk mu, adalah mendoakan mu agar mendapatkan kebahagiaan disetiap kisah mu.
Maafkan aku....!, Maafkan aku yang telah mengikis harapan mu , dan perjuangan mu. Banyak waktu mu yang terhambat karena keberadaan ku di dalam kisah mu. Andai kata, saat itu, tidak terjadi hal yang seburuk ini, mungkin sudah kita membangun bahtera cinta yang kokoh. Ah....tapi, sudahlah. Biarkan ini menjadi sesal ku yang menyesakan dada, biarkan semua ini aku yang tangguh pahit dan pilu ini. Biarkan aku pergi dengan rindu yang kosong.
Lumayan bagus.. Tapi perhatikan peletakan tanda baca dan kata penghubung yang tepat.
ReplyDeleteMakasih untuk masukannya
ReplyDelete